Most Popular

Jumat, 06 Januari 2017

Tradisi Sekaten Dan Sejarahnya




         Sekaten atau yang lebih dikenal dengan tradisi Maulud Nabi atau oleh masyarakat jawa dinamai sebagai perayaan Grebeg. Upacara Grebeg merupakan ritual budaya sebagai puncak perayaan Sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara Grebeg ini digelar di Keraton. kata `Grebeg` seandiri berasal dari kata “Gumrebeg” yang berarti riuh dan ramai. Hal itu menggambarkan pada saat acara Grebeg, suasananya sangat riuh dan ramai. Dalam upacara ini masyarakat Yogyakarta maupun luar kota bisa ikut berpartisipasi menjadi satu di alun-alun utara Yogyakarta.
Dalam upacara ini dikeluarkan Kagungan Dalem Pareden (Gunungan). Gunungan yang dikeluarkan yaitu terdiri dari Gunungan Lanang (pria), Gunungan Wadon (wanita), Gunungan Gepak dan Gunungan Pawohan.
       Ada banyak makna yang terkandung dalam Tradisi Grebeg di Yogyakarta. Perayaan ini selain memperingati Nabi Muhammad SAW juga ada hubungan yang sangat dekat dengan rakyatnya. Seorang raja memberikan berbagai hasil bumi untuk kemakmuran rakyat yang di simbolkan dengan gunungan   

 Sejarahnya:


       Istilah  sekaten  berasal  dari  kata  syahadatain  yang  berarti  dua  kalimat syahadat,  yaitu   Aku  bersaksi   bahwa   tiada  Tuhan  selain  Allah  dan    Nabi  Muhammmad  utusan  Allah.Penyelenggaraan perayaan sekaten  yang menjadi,   mulai  diselenggarakan  pada  masa  kerajaan  Demak  dibawah pimpinan  Raden  Patah dengan bimbingan  Wali  Sanga.  Acara  sekaten  kemudian  diteruskan  oleh  sultan  Demak  selanjutnya  yaitu  Pati  Unus  lalu  Sultan  Trenggono.
        Walaupun   ada   sedikit  perbedaan  pendapat  tentang  apa  yang  menyebabkan sekaten  pertama  kali   dilakukan.   Dapat  ditarik  kesamaan  bahwa   sekaten  dimulai  pada masa kerajaan  Demak ketika  pemerintahan  Raden   Patah,   untuk  melestarikan  tradisi  perayaan tahunan yang  sudah ada  pada  masa  Majapahit.  Hal  tersebut  mungkin  karena   Raden  Patah   adalah  anak  raja  terakhir  Majapahit,  Prabu Brawijaya  V,   sehingga  ingin  melestarikan  tradisi  warisan  leluhurnya.  Ditambah  sulitnya  menghilangkan  tradisi  yang  sudah  berakar  di masyarakat waktu  itu.  Tapi  tradisi yang berasal  dari  masa  Hindu-Budha  Majapahit itu  dianggap  tidak  sesuai dengan  islam,  maka  atas  kesepakatan  dengan  wali  sanga,  tradisi  itu  disesuaikan  dengan  ajaran  islam,  yaitu  dilaksanakan  pada  bulan  maulud  tanggal  duabelas  dengan  maksud  memperingati  hari  kelahiran  nabi  Muhammmad. Masyarakatpun  menyambut  dengan  gembira,  para  wali sanga  kemudian memanfaatkan  sekaten  ini  sebagai  cara   memperkenalkan  islam  pada  masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kunjungi Juga :